Pemberian sebuah nama tarhadap suatu Desa tak dapat dilepaskan dari asal usul desa tersebut berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipercaya, baik berupa tulisan, , babad, lontar, benda-benda peninggalan sejarah, serta terhadap penamaan-penamaan dari suatu tempat dan lain-lain.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, Sebelum kami mengutarakan asal – usul Desa Munggu terlebih dahulu kami mohon maaf kepada semua pihak, apabila dalam uraian kami terdapat kesalahan atau kekeliruan, yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dalam sejarah, maupun keterbatasan sumber-sumber buku yang dipakai pedoman dan keterbatasan nara sumber yang mengetahui sejarah Desa. Disamping itu kami tidak lupa menghaturkan banyak – banyak terima kasih kepada para pihak yang telah memberian keterangan – keterangan dan bukti – bukti peninggalan sejarah terkait keberadaan Desa Munggu. Sesungguhnya sampai saat ini sejarah / asal – usul berdirinya Desa Munggu belum diketahui secara pasti, sebab sampai saat ini belum pernah ditemukan babad maupun tulisan – tulisan yang memuat sejarah Desa Munggu.
Usaha-usaha untuk menelusuri dan mencari babad kita dan sejenisnya yang berisi sejarah Desa Munggu terus dilakukan namun belum juga membuahkan hasil yang maksimal. Namun dengan segala keterbatasan kami, berdasarkan tulisan-tulisan yang ada yang menceritakan tentang asal-usul Desa Munggu dan juga berdasarkan keterangan/cerita para tetua/tokoh masyarakat Desa Munggu akhirnya kami dapat merangkum cerita asal-usul Desa Munggu yang sudah tentu jauh dari kesempurnaan.
“ Om Awignamastu “
Semoga atas asung kerta wara Nugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, TuhanYang Maha Esa, Kami tidak mendapatkan marabahaya dan rintangan , begitu pula tidak terkena upadrawa dari Ida Betara betari yang sudah tenang bersemayam dialam sunya menghadap Ida Sanghyang Parama Wisesa. Semoga beliau berkenan memberikan bimbingan maupun pawisik suci dalam penyusunan sejarah ini, sehingga dapat dikenang dan diteladani sifat-sifat kepahlawanan,kepemimpinan dan kebijaksanaan beliau oleh generasi generasi penerus, demi keharuman nama Desa Munggu yang kita cintai, tempat kita berpijak dalam mengarungi pahit getirnya kehidupan.
Asal-usul keberadaan Desa Munggu tidak terlepas dan bermula dari perkembangan kehidupan masyarakat pada jaman kerajaan di Bali. Diceritakan setelah kerajaan Bedahulu dengan rajanya Sri Gajah Waktra dengan kedua patihnya yang terkenal yaitu Kebo Iwa dan Pasung Gerigis pada tahun caka 1265 berhasil ditaklukan oleh pasukan majapahit yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada, keadaan masyarakat menjadi kacau, huru-hara terjadi dimana-mana, Hal ini disebabkan karena tampuk pimpinan kerajaan dalam keadaan kosong karena majapahit belum bisa menentukan / menempatkan seorang raja di Bali.Untuk mengatasi masalah tersebut atas ijin Raja Majapahit kepada Patih Wulung dan pemuka masyarakat untuk menentukan /memilih seorang raja mengisi tampuk pimpinan di Bali. Maka dinobatkan I Gusti Agung Pasek Gelgel sebagai Raja Bali dengan gelar Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel.
Pada tahun caka 1272 raja majapahit menobatkan Sri Kresna Kepakisan sebagai adhipati Bali berkedudukan di Samprangan dengan di dukung oleh Para Arya dari Kediri dan Majapahit. Maka berakhirlah kekuasaan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel. Namun masyarakat Bali di pedesaan seperti Bali mula dan Bali aga tidak setuju dengan cara kepemimpinan Raja Sri Kresna Kepakisan karena kepemimpinan beliau tidak sesuai dengan tata cara masyarakat Bali, masyarakat menjadi kacau, huru – hara terjadi dimana-mana.Namun setelah mendapat nasehat dari raja majapahit melalui mahapatih Gajah Mada agar memimpin Bali sesuai dengan tatacara masyarakat dan menjadikan pemuka dan masyarakat sebagai saudara dan menempatkan sebagai unsur pimpinan di masyarakat maka keadaan menjadi aman dan keberadaan beliau diterima oleh rakyat.
Diceritakan pada masa pemerintahan Raja Sri Smara Kepakisan ( Tahun caka 1302 – 1382 ) kehidupan masyarakat mulai tertata, masyarakat hidup makmur, aman, tentram dan damai. Sumber kehidupan dan penghidupan serta pola berfikir masyarakat mulai berkembang. Sehingga pada masa Pemerintahan Raja Waturenggong Pada tahun caka 1382 – 1472 kehidupan masyarakat semakin berkembang dan masyarakat mulai berpencar kesegala penjuru mencari tempat kehidupan dan penghidupan yang baru. Dalam perjalanannya mencari tempat kehidupan baru, ada yang tiba sampai di Denpasar tepatnya di Desa Sumerta dan menetap disana.
Disebutkan bahwa sekitar 20 orang yang merupakan satu keluarga yang tadinya tinggal di Denpasar kembali melakukan perjalanan mencari tempat baru. Dari Denpasar mereka berangkat melakukan perjalanan kearah barat dan akhirnya tiba disuatu tempat yang berada disebelah timur suatu hutan yang bernama hutan beraban. Tempat kedatangan mereka pertama kali sekarang dikenal dengan nama datengan ( banjar datengan Desa tumbak bayuh, kecamatan mengwi ) yang berasal dari kata dateng yang berarti datang /tiba.
Kemudian keluarga tersebut membangun pemukiman ditempat itu, namun bebrapa diantara mereka ada yang melanjutkan perjalanan menuju tempat lain seperti ada yang menuju buduk, ada yang menuju kaba-kaba, sementara orang tua dan beberapa anaknya melanjutkan perjalan masuk ketengah hutan beraban. Disinilah mereka bertempat tinggal dan memulai kehidupan baru, mulai merabas hutan dan membangun gubuk – gubuk sebagai tempat tinggal.
Diceritakan bahwa wilayah hutan Beraban tersebut adalah berada di bawah kekuasaan kerajaan Mengwi. Adapun yang menjadi raja pada saat itu adalah : I Gusti Agung Putu yang setelah naik tahta bergelar Cokorda Agung Bhima Cakti atau juga terkenal dengan sebutan cokorda Agung Blambangan. Beliau memiliki seorang permaisuri bernama Ni Gusti Luh Alangkajeng. Beliau memiliki tiga orang putra-putri Yaitu :
Yang pertama seorang putri bernama Ni Gusti ayu Putu Alangkajeng
Anak kedua seorang laki-laki bernama I Gusti Agung Made Alangkajeng
Anak ketiga juga seorang laki – laki bernama I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng.
Mengingat alas Beraban berada di wilayah kekuasan kerajaan mengwi, maka pemukim yang berada diwilayah tersebut dibawah pimpinan Ki pasek Gelgel Sumerta berkeinginan untuk menyampaikan kepada kerajaan Mengwi tentang keberadaan mereka sekaligus memohon kepada raja untuk berkenan mengayomi dan melindungi mereka. Raja Mengwi berkenan maka diutuslah anak beliau yang paling bungsu yang bernama I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng dengan disertai 500 orang prajurit sebagai perwakilan dan bertahta disana. Maka dibangunlah istana ditempat itu yang berlokasi disebelah barat laut sumber mata air . Dengan nama kerajaan Munggu dan beliau lebih dikenal dengan nama I Gusti Agung Nyoman Munggu.
Lama kelamaan pemukiman ini mulai berkembang, masyarakat lain mulai berdatangan dan menetap disana berkelompok - kelompok sesuai dengan asal – usul mereka, profesi dan yang lainnya. Lama kelamaan kelompok ini berkembang menjadi Banjar – banjar yang ada sekarang.
Pada masa Pemerintahan I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng beliau membangun tempat suci seperti Pura Kahyangan tiga ( Pura bale Agung, Puseh dan Dalem ulun setra ) dan disamping itu masyarakat juga membangun tempat pemujaan leluhur.
Tempat pemukiman dan berdirinya kerajaan tersebut terus berkembang dan berkembang menjadi sebuah Desa yang sekarang dikenal dengan nama Desa Munggu . Kata Munggu berasal dari kata amunggu (=alungguh) yang berarti Menempati, berkedudukan, bertempat tinggal, artinya ditempat itulah ( hutan Beraban ) beliau bertempat tinggal / berkedudukan dan dinobatkan sebagai raja.
Seiring perjalanan waktu Desa Munggu terus berkembang sesuai dengan keadaan dan dinamika jaman sampai menjadi seperti sekarang.
Demikianlah sekilas sejarah berdirinya Desa Munggu, yang bila dilihat dari perkembangannya sampai saat ini baik dari segi bukti peninggalan sejarah seperti pura maupun nama suatu tempat seperti adanya sebutan bencingah, maupun nama banjar yang ada sekarang sangat erat kaitannya dengan apa yang telah dipaparkan diatas yang mencerminkan bahwa Desa Munggu berkembang pada jaman kerajaan dan keterkaitan dan keterikatan itu masih terpelihara sampai saat ini. (https://desamunggu.badungkab.go.id/sejarah-desa)